Rabu, 26 November 2008

Seandainya komik masuk kurikulum Diknas


Beberapa minggu yang lalu saya membeli sebuah buku yang menurut saya--meminjam slogan TEMPO--enak dibaca dan perlu. Mengapa saya bilang demikian? Karena saya merasa kemampuan bercerita (baca:mengungkapkan ide) lewar gambar dengan urutan yang logis,filmis ya..cuma lewat komik. Dan sayangnya ini tidak dipupuk sedari kecil. Katakanlah sejak TK atau SD. Bahkan masih ada sekolah yang melarang anak didiknya membaca komik. Ya.. mungkin gurunya produk pendidikan sebelum tahun 80-an, dimana komik diharamkan masuk sekolah. Maklumlah pada saat itu banyak beredar komik-komik picisan yang hanya mengumbar syahwat.

Tapi hare gennnee...?
    Memang sih, ada juga komik yang gitu-gitu tapi alangkah dewasanya kita kalau seumpamanya tidak apatis dulu terhadap komik. Mau tidak mau kita sekarang dibanjiri dengan serbuan komik impor, terutama komik Amerika dan komik  Jepang atau yang lebih terkenal dengan sebutan manga. Karena mereka menggarap pasar ini dengan serius. Bukan cuma komiknya, tapi juga film kartunnya(anime), merchandise, action figurnya dan segala tetek-bengeknya. Akhirnya komik lokal yang seharusnya menjadi tuan di negerinya sendiri, lama-kelamaan tersingkir dan akhirnya mati suri. Tetapi geliat bangkitnya komik Indonesia mulai terlihat. Ini ditandai dengan berdirinya beberapa studio komik di beberapa kota besar seperti : Jakarta, Bandung dan Surabaya. Anak muda yang mempunyai idealisme untuk membangkitkan kejayaan komik Indonesia seperti Beng Rahadian, Oyasujiwo, The Eko Nugroho dan lain-lain. Mereka dengan semangat yang tinggi tetap ngomik, dan diterbitkan secara indie (digambar,dicetak,dan didistribusikan sendiri). Demi kejayaan produk dalam negeri. 
     Saya punya pengalaman mendidik anak yang berbakat membuat komik. Ane Salsabila Rahmadi, nama mantan anak didik saya yang cantik hitam manis ini, mempunyai bakat yang luar biasa dalam bidang komik dan bercerita. Kalau sedang menginap di rumah saya, pasti dia akan menggambar untuk saya. Sebuah cerita yang menurut saya imajinatif dan orisinil. Saya kira anak ini bisa jadi komikus atau penulis skenario film terkenal atau bahkan bisa menjadi menteri desain Republik Indonesia suatu hari nanti. Sayang dia pindah ke Lampung dan saya kehilangan kontak.
      Oya, buku yang saya maksud di atas adalah Membuat Komik karangan Scott Mc Cloud. Yang diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Buku dengan spesifikasi sebagai berikut :
    Harga : Rp 65.000,- *
    Ukuran : 17 x 26 cm
    Tebal : 268 halaman
    Terbit : Maret 2008
Berisi tentang rahasia bercerita dalam komik, manga dan novel grafis seperti :
- memilih momen yang tepat untuk dituangkan ke dalam panel.
- membingkai aksi dan menuntun mata pembaca.
- memilih kata dan gambar yang saling melengkapi.
- menciptakan karakter yang beragam dan istimewa.
- menguasai bahasa tubuh dan ekspresi wajah.
- menciptakan dunia khayal yang tampak nyata dan membawa pembaca ke dalam petualangan penuh makna.
- memilih peralatan yang tepat dan memahami asal muasalnya.
- menelusuri dunia gaya dan genre komik yang maha luas.
     
McCloud juga menjelaskan tentang sudut pandang panel yang baik, ekspresi yang tepat, serta beragam bentuk balon dan font di dalam komik. Dalam menerangkan teorinya, McCloud juga menggunakan contoh dari komik-komik terkenal karya Marjane Satrapi, David B, Neil Gaiman, Alan More, Herge, Osamu Tezuka, dan sang maestro Will Eisner.
     Jadi kenapa harus menunggu komik masuk kurikulum Diknas untuk mengenalkan komik kepada anak didik kita? Mulailah sekarang dan biarkan anak didik anda menuangkan imajinasinya yang dahsyat secara sistematis (tetap berpedoman pada norma-norma yang sesuai dengan budaya kita tentunya). Dan lihatlah suatu hari nanti ia akan menjadi maestro dunia.... 
  

Tidak ada komentar: